Segala keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk melaksanakan pembelajaran. Seperti yang penulis alami di sekolah. Sedikit cerita bahwa sekolah kami memang berada di dalam kompleks pedesaan. Untuk menuju sekolah jaraknya
sekitar 25 km dari pusat kota. Tapi karena tempat tersebut berada di pulau terluar, maka 25 km itu setara perjalanan 1 jam berkendara.
Akses sekolah yang belum baik ditambah kondisi sekolah yang hampir berusia 20 tahun membuat sekolah kami minim fasilitas. Meski pernah ada perbaikan tapi itu hanya sulam tambal saja. Pun juga laboratorium komputer milik sekolah. Berdasar keterangan guru senior, labkom sekolah secara fisik tidak ada karena menumpang di ruang tata usaha. Komputer sebanyak 5 unit juga tidak terawat, dan sekarang sudah rusak semua.
Jadi lah sekolah ini hanya memiliki laptop saja. Itu pun semuanya dipegang oleh guru dan tenaga teknis. Ada yang dibawa pegawai Tata Usaha, dibawa bendahara, dibawa operator, dan dibawa bagian kurikulum. Habis lah sudah sarana pembelajaran komputer di sekolah kami. Karena laptop tersebut seperti milik pribadi, bukan disimpan di sekolah. Alasannya adalah pekerjaan mereka harus dikerjakan dirumah, tidak hanya di sekolah.
Penulis sebagai guru TIK jadi-jadian memutar otak untuk mengajar mata pelajaran ini. Saya pun menggunakan laptop pribadi untuk proses KBM di kelas. Satu laptop dipakai beramai-ramai. Senang. Semua siswa antusias ketika sesi praktek dimulai. Itu lah yang membuat saya bertahan.
Ini lah kondisi riil di sekolah penulis. Entah sampai kapan kondisi ini berlanjut. Toh pelajaran TIK akan segera dihapus pada penerapan kurikulum 2013 revisi. Bukan lagi mata pelajaran wajib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar